TELISIK | JAKARTA – Para Pekerja Rumah Tangga (PRT) bergabung bersama elemen buruh, rakyat miskin kota dan mahasiswa melakukan aksi secara serentak di 5 kota di Indonesia yaitu: Jakarta, Medan, Makassar, Yogyakarta dan Semarang, Selasa 14 Desember 2021.
Aksi dilakukan untuk menuntut pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sudah diperjuangkan selama 17 tahun: namun tidak kunjung disahkan dan diabaikan oleh DPR.
Sejak pertama kali diusulkan pada tahun 2004, atau selama 17 tahun, RUU PPRT selalu masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dalam tigatahun terakhir, RUU PPRT mengalami kemajuan dan masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020, 2021 dan 2022.
Selama kurun waktu tersebut, draft RUU PPRT telah berulang kali mengalami revisi hingga akhirnya dapat diterima berbagai pihak, termasuk sejumlah fraksi yang semula menolak atau keberatan dengan sejumlah pasal dalam draft RUU PPRT.
Pada 1 Juli 2020, Badan Legislasi (Baleg) DPR sepakat mengusulkan RUU PPRT menjadi inisiatif DPR dan telah dipaparkan di rapat Badan Musyawarah (Bamus) pada tanggal 15 Juli 2020. Namun, tidak seperti usulan legislasi yang lain. RUU PPRT tidak pernah dijadwalkan menjadi agenda untuk dibahas di Sidang Paripurna. Kondisi ini berlangsung selama satu setengah tahun ini.
Pimpinan DPR justru telah mengagendakan usulan-usulan RUU lain, yang belakangan masuk Bamus, jauh setelah RUU PPRT diusulkan keBamus. Ini terjadi dalam rapat Bamus pada pecan lalu. Tugas legislasi Baleg DPR terkait pengusulan RUU PPRT sebagai hak inisiatif DPR dihentikan oleh Pimpinan DPR.
Dua fraksi yang menjadi mayoritas di DPR, yakni Fraksi Partai GOLKAR (FPG) danFraksi PDIP (FPDIP) menolak membawa RUU PPRT untuk dibahas di Rapat Paripurna. Perlakuan diskriminatif terhadap usulan Baleg ini menunjukkan tidak adanya berpihakan dari pimpinan DPR, khususnya dari FPG dan FPDIP kepada nasib jutaan PRT di Indonesia.
Selain itu juga, ada indikasi pelanggaran kode etik DPR seperti diatur UU nomor 42 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) terkait tugas Pimpinan DPR. Dalam pasal 86 ayat (1) UU MD3 disebutkanTugas Pimpinan DPR adalah memimpin Sidang DPR dan menyimpulkan hasil Sidang untuk diambil keputusan. Sedangkan ayat (2) menyebutkan, Pimpinan DPR menyusun rencana kerja; melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPR.
Dugaan pelanggaran etik ini kemudian berdampak kepada potensi pelanggaran pasal 81 huruf e UU MD3 yang menyatakan anggota DPR berkewajiban “memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat” dan Pasal 81 huruf f UU MD3 yang menyatakan Anggota DPR berkewajiban “mentaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara”.
Amanat-amanat tersebut yang tengah dicoba dipenuhi oleh para pengusul RUU PPRT di Baleg dalam kapasitas perorangan maupun kelembagaan Baleg. Kelalaian Pimpinan menjadi penghalang para anggota Baleg untuk melaksan akan kewajiban mereka sebagaimana pasal 81 (f) UU MD3 di atas.
Terhentinya proses legislasi RUU PPRT ini juga menunjukkan bahwa Pimpinan DPR, khususnya dari Fraksi PDIP dan FPG mendudukkan dirinya sebagai agen perbudakan modern yang membiarkan situasi kerja yang tidak layak dan berbagai bentuk kekerasan terhadap sekitar 4,2juta PRT di Indonesia –mayoritas atau 84% adalah perempuan—terus berlangsung secara sistematis.
Hal tersebut sangat bertentangan dengan slogan yang digaungkan pimpinan DPR selama ini, yakni untuk selalu memberikan perlindungan terhadap semua pihak termasuk perempuan dan tidak meninggalkan siapapun dalam pembangunan.
Sebaliknya sikap tindakan Pimpinan DPR dari FPDIP dan FPG justru membiarkan kaum perempuan yang bekerja menjadi PRT menjadi pihak yang selalu dikorbankan dalam pembangunan. Hal ini juga sangat bertentangan dengan ideology kemanusiaan dan keadilan social yang selalu diperjuangkan proklamator Sokarno.
Ketua DPR, Puan Maharani sebagai cucu bung Karno, telah mengkhianati ideology Marhaenisme yang digali kakeknya sendiri yang sangat menghormati pekerja rumah tangganya yang bernama Sarinah. Negara memiliki hutang peradaban terhadap PRT.
Dengan kondisi ini, maka kami akan mengadakan “Aksi Rantai dan Gembok Gerbang DPR RI” Selasa 14 Desember 2021 jam 10.00 WIB. Aksi yang samajuga akan dilakukan SPRT Medan di kantor DPRD Sumatera Utara, SPRT Merdeka Semarang di DPRD Jawa Tengah, SPRT Paraikatte di DPRD Sulsel dan aksi mural para PRT di Yogyakarta.
Atas situasi krisis yang dialami warga miskin kaum Sarinah (PRT beserta keluarganya), kami menuntut:
1. BAMUS DPR MENGAGENDAKAN PEMBAHASAN RUU PPRT HASIL PLENO BALEG DPR DALAM RAPAT PARIPURNA DPR TERDEKAT
2. PIMPINAN DPR RI SEGERA MENETAPKAN RUU PPRT SEBAGAI INISIATIF DPR DALAM RAPAT PARIPURNA TERDEKAT
3. PENGESAHAN RUU PPRT SESEGERA MUNGKIN
Salam perjuangan, Organisasi pendukung:
1. BEM UI, 2. BEM Jentera, 3. FSBPI, 4. JALA PRT, 5. Jaringan Rakyat Miskin Kota, 6. KPBI, 7. KSPI, 8. LBH JAKARTA, 9. Perempuan Mahardhika, 10. OPERATA SEDAP MALAM Jakarta Selatan, 11. OPERATA PANONGAN Tangerang, 12. RUMPUN Tjoet Njak Dien, 13. SPRT SUMUT, 14. SPRT SAPULIDI DKI JAKARTA, 15. SPRT RUMPUN TANGSEL, 16. SPRT TUNAS MULIA DIY, 17. SPRT MERDEKA Semarang, 18. SPRT PARAIKATTE Sulawesi Selatan, 19. YLBHI, 20. Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi – LMND, 21. FPM – UBK, 22. FORUM PANCORAN BERSATU, 23. BEM FAKULTAS HUKUM ESA UNGGUL, 24. UKM PUSAKA UNISMA BEKASI, 25. BEM FAKULTAS EKONOMI BISNIS UNISMA BEKASI, 26. FORUM MAHASISWA IISIP BERSATU, 27. FederasiPelajar Jakarta ( Fijar ), 28. PemudaTamboraBergerak, 29. BarisanAnakTimurUniversitas Bung Karno( BATU – UBK ), 30. RUMPUN GEMA PEREMPUAN, 31. Mitra Imadei, 32. Urban Poor Consortium (UPC), 33. SGBN, 34. Seperti Pagi Foundation, 35. Jagat Jabar, 36. Suluh Perempuan, 37. Suara Perempuan Desa, 38. Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta
Narahubung:
Ilhamsyah/KPBI: 081219235552
Ajeng/PerempuanMahardhika: 08111313760
Jumiyem SPRT Tunas Mulia DIY – 085292288674
Lita A – JALA PRT: 0812147200500. (Ril)