TELISIK | JEPANG – Perdana Menteri Jepang, Yoshihide Suga, memicu kemarahan dan kebingungan setelah berulang kali bersumpah bahwa Olimpiade akan berlangsung dengan aman meski di tengah pandemi Covid-19.
Sementara itu, sebuah surat kabar menampilkan iklan satu halaman penuh yang mengatakan Jepang akan dibunuh oleh politik karena pemerintah ingin menekan pandemi Covid-19 tanpa vaksinasi.
Semua ini terjadi di saat beberapa rumah sakit kekurangan tempat tidur bagi orang sakit dan sekarat, serta aturan darurat terus diperpanjang.
Hanya satu persen dari masyarakat yang telah sepenuhnya mendapat vaksinasi. Jutaan dosis vaksin tidak digunakan dan tersimpan di dalam pendingin.
Frustrasi masyarakat semakin mendalam ketika Suga meminta bertahan di tengah langkah penanganan Covid-19 yang berkurang. Tak dimungkiri, Olimpiade yang akan dimulai dua bulan lagi telah menguras banyak sumber daya.
Bulan lalu, Suga diketahui menyatakan keadaan darurat untuk ketiga kalinya di Osaka, yang menjadi pusat lonjakan kasus Covid-19. Keadaan darurat itu juga berlaku di Tokyo dan dua daerah lainnya.
Lalu pada Rabu (12/5), dua daerah lain, yakni Aichi di Jepang Tengah dan Fukuoka di selatan juga, masuk dalam keadaan darurat.
“Tidak ada vaksin. Tidak ada obat. Apakah kita harus bertarung dengan tombak bambu? Kami akan dibunuh oleh politik jika hal-hal tetap tidak berubah,” demikian bunyi iklan tersebut seperti yang dikutip dari AP, Rabu (12/5).
Iklan itu memuat ilustrasi berupa simbol virus corona berwarna merah pada pada foto era Perang Dunia II dari anak-anak Jepang yang sedang berlatih untuk bertarung dengan tongkat berbentuk pedang Naginata.
Iklan itu diketahui dibuat oleh penerbit yang berbasis di Tokyo, Takarajimasha. Mereka dikenal karena sikap terbuka tentang masalah-masalah politik dan sosial, mendesak publik untuk menuntut agar pemerintah mengakhiri langkah-langkah virus corona yang buruk.
“Kami telah tertipu. Untuk apa setahun terakhir?” kata mereka.
Pihak penerbit menyatakan banyak masyarakat Jepang menghadapi masalah kesehatan dan keuangan karena minim dukungan pemerintah.
Dikatakan mereka, situasi saat ini menyerupai Jepang menjelang akhir perang ketika pemerintah mendesak orang untuk bertarung dengan tongkat dan memobilisasi siswi sekolah untuk melatih.
Iklan tersebut menggemparkan media sosial. Banyak juga yang menyoroti parlemen, karena sejumlah anggota parlemen oposisi yang mempertanyakan cara Suga menjamin Olimpiade akan tetap aman selama keadaan darurat diperluas.
Suga sendiri berulang kali menghindar untuk memberikan jawaban langsung terkait hal ini. Suga hanya berulang kali menyatakan ia berkomitmen untuk menyelenggarakan pertandingan dengan aman dan melindungi kehidupan serta kesehatan masyarakat.
Video soal pernyataan Suga itu dibagikan di media sosial, dan orang-orang mengunggah komentar seperti “Perdana Menteri rusak.”
Suga dan pemerintahannya telah menghadapi kritik karena dianggap terlalu lambat dan lemah dalam penanganan pandemi.
Jepang juga tertinggal jauh terkait vaksinasi. Meskipun pejabat menyalahkan kekurangan persediaan yang diimpor dari Eropa, tapi proses melambat karena kekurangan staf. Sekitar 7,6 juta dosis, atau lebih dari setengah dosis yang didatangkan, tidak digunakan dan hanya disimpan.
Kemarahan publik ini kemudian menargetkan bintang renang Jepang, Rikako Ikee, yang memenangkan tempat di Olimpiade Tokyo setelah pulih dari leukemia.
Ikee baru-baru ini menyatakan bahwa dia telah menerima pesan yang menyakiti hatinya dengan mendesaknya untuk menentang Olimpiade dan tidak hadir.(red/CNN)