Telisik.Net – Langkat
Masyarakat pantas merasa geram,bosan dan antipati dengan Pemerintah Desa saat ini. Sebagaimana diketahui, besarnya dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) yang digelontorkan Pemerintah pusat maupun daerah tak banyak merubah kondisi masyarakat.
Bahkan, masyarakat terus terpuruk dengan keadaanya. Dana desa yang tak tepat sasaran menjadi pengiring ratapan masyarakat termarginalkan. Sedihnya, ditengah kondisi masyarakat yang “cenggap-cenggap” selalu saja para Kepala desa mengalokasikan dana untuk bepergian.
Dengan dalih “ Studi banding, studi tiru, bahkan studi-studi lainya, nama-nama kegiatan tadi dikemas untuk mengeruk dana desa setiap terminnya. Progran atau kegiatan dimaksud tak jarang merupakan titipan oknum-oknum aparat penegak hukum maupun penguasa daerah.
Dari satu sisi Kepala desa tak ubahnya seperti sapi perahan yang harus mengikuti apa yang diperintahkan, Namun, disisi lainya, Kepala desa ikut menikmati hasil dari konspirasi jahat tersebut. Kondisi seperti ini terus terjadi dan sangat sulit dihentikan.
Dari hasil penelusurun dan investigasi yang dilakukan wartawan media ini,banyak sekali ditemukan skandal jahat dalam mengeruk angaran dana desa. Salah satu program yang perlu ditelusuri oleh aparat penyidik hukum yakni pengadaan Ketahanan pangan dan hewani.
Data yang ditemukan Telisik.net untuk Kegiatan ketahanan pangan & hewani Ta 2023 diangarkan sebesar Rp.51,500,000 tiap desa Se kabupaten Langkat. Tertulis untuk pengadaan bibit Gaharu sebesar Rp.20.000.000 dan pembelian bibit tanaman lainya Rp.31,500,000.
Kalau saja program Ketapang (Ketahanan Pangan-red) ini merupakan usulan dari masyarakat bawah, rasanya wajar dan tidak masalah. Yang jadi persoalan, masyarakat tidak pernah mengusulkan Program Ketapang ini tapi muncul diangaran Apbedesa. Yang menarik program Ketapang tersebut tidaklah dbutuhkan semua Desa mengingat letak geografis desanya.
Kalau desa nelayan atau pesisir pastinya tidak membutuhkan pohon untuk ditanam, sebab dipastikan pohon yang ditanam dipesisir tidak akan hidup. Begitu juga dengan desa yang dikelilingi Perkebunan Sawit misalnya, sudah barang tentu tidak boleh melakukan penanaman diatas HGU. Namun, pengadaan Ketapang tetap saja dipaksakan masuk diangarkan. Sampai hari ini program Ketapang tersebut menuai pro dan kontra dimasyarakat, sebab bibit yang dibeli mengunakan uang rakyat tersebut tidak seperti yang diharapkan.
Kabar anggin yang diterima Telisik.net dari angaran Ketapang tersebut, Kepala Desa mendapat bagian sebesar Rp.8.000,000 s/d Rp.10,000,000-, Pihak desa hanya menerima bibit saja sedangkan pengadaanya pihak ketiga yang tak pernah diketahui siapa. Salah seorang kepala yang ditemui mengakui kalau mereka hanya ikut perintah saja.
“ Kami ngak tau bang siapa yang mengadakan Bibitnya, atau siapa yang membeli, kami Kepala desa hanya menerima bibitnya saja, artinya kita ikut Perintah dari Apdesi. “ Ujarnya mewanti wanti tuk tidak dituliskan namanya disini.
Terpisah Sekertaris Apdesi Kab Langkat, Wahid yang coba dikonfirmasi Telisik.net melalui seluler Kamis (27/6) belum berhasil. Saat dihubungi nomor hape yang bersangkutan tidak aktif, begitu juga saat dilayangkan konfirmasi via Whaatsp hingga berita ini ditayangkan belum dibalas. (Bersambung)