TELISIK.NET I LANGKAT
Mengurus Pemerintahan tidak mudah, termasuk setingkat Bupati. Faktanya sebagai Kepala Pemerintahan Daerah, seorang Bupati harus berhadapan dengan polemik kebutuhan pembangunan dan target penerimaan daerah.

Bukti pembayaran retribusi yang dilakukan Dinas pendapatan Kab Langkat melalui perpanjangan tangan pihak ketiga terhadap sopir pengangkut material galian C.(ist)
Sebagai pimpinan,Bupati bertugas mengkordinir, mengatur, menekan, dan mengawasi para OPD untuk dapat bekerja maksimal dalam memenuhi target penerimaan daerah sekaligus merealisasikan target pembiayaan pembangunan daerah.
Terkait hal itu, BAPEDA ( Badan Pendapatan Daerah) menjadi OPD yang paling banyak disoroti publik. Seperti yang terjadi di Kabupaten Langkat belakangan ini.
Dengan dalih memenuhi target penerimaan asli daerah demi mencapai realisasi pembangunan, BAPEDA “Negeri Bertuah” diduga “hantam kromo” dalam praktik Pungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
BAPEDA Kabupaten Langkat dibebani target Penerimaan Asli Daerah tahun 2023 sebesar Rp 170 Milyar dimana sektor pajak diharapkan mampu menyumbang 70 % atau sekitar Rp 120 Milyar dari target.
Penerimaan Pajak Kabupaten Langkat memiliki 12 sektor penyumbang PAD, salah satu nya Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (PMBLB), atau yang lebih dikenal sebagai Tambang Galian C.
BAPEDA Kabupaten Langkat diduga gelap mata dalam upaya memenuhi target penerimaan daerah dengan memukul rata pungutan terhadap seluruh pelaku tambang galian C, baik yang resmi maupun ilegal.
Idealnya pungutan pajak dan retribusi daerah yang diatur dalam Undang – undang, Peraturan Gubernur dan Peraturan Daerah hanya dikenakan pada Objek Pajak yang memiliki ijin operasi dan ijin usaha alias resmi.
Roberto (nama samaran) salah satu pemilik tambang galian C tanpa ijin operasi di wilayah Sei Binge -Telagah mengaku membayar pungutan pajak tambang kepada oknum yang mengaku dari Dinas.
Nilai kutipan yang dikenakan menurut Roberto sebesar Rp 8.000,00 per Meter3, uniknya oknum yang mengaku sebagai petugas pemungut melakukan praktik “pukul rata” terhadap ukuran dan jenis oprasional pengangkut material.
Untuk diketahui lazimnya terdapat tiga jenis armada angkut dengan kapasitas 4 sampai 10 Meter kubik sesuai masing – masing jenis armada pengangkut.
“Semua dihitung empat kubik bang, ga peduli mereka mau Colt Diesel, Engkel, atau Tronton” kata Roberto menjelaskan.
Roberto kemudian menjelaskan bahwa oknum yang melakukan kutipan dengan membawa slip bukti pembayaran dengan kop surat Badan Pendapatan Daerah lebih mirip oknum Organisasi Kepemudaaan, tidak mencerminkan ASN atau semacamnya.
“Ya kayak PS – PS (pemuda setempat) sinilah bang yang ngutip, bukan kayak pegawai” kata Roberto menutup cerita pada awak media.
Dihimpun dari keterangan beberapa pihak, diduga pengutipan Pungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Negeri Bertuah BAPEDA menyerahkan pekerjaan tersebut kepada pihak ketiga.
Sumber dilapangan menyebutkan jika ada kesepakatan terkait “jumlah setoran tertentu” yang harus dipenuhi dan diserahkan oleh pihak ketiga terkait Pungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan kepada BAPEDA lalu selebihnya tentu menjadi keuntungan dari pihak ketiga.
Lebih jauh ditemukan juga indikasi praktik nakal kutipan yang dikenakan pada supir – supir armada pengangkut material galian c dengan dalih sebagai kontrol jumlah kubikasi yang dibawa setiap armada.
Seperti diketahui dalam beberapa kesempatan BAPEDA melalui Kepala Bapeda menerangkan kepada awak media bahwa memang terdapat 11 titik pos pengawasan bukti pengangkutan galian c yang terdapat dibeberapa kecamatan.
Dihimpun dari berbagai sumber Penerimaan Asli Daerah Kabupaten Langkat tahun 2022 dari pajak dan retribusi daerah sebesar Rp 89 Milyar lebih.
Sektor Pajak Mineral Bukan Logan dan Batuan menyumbang PAD sebesar Rp 5,2 Milyar atau 0,05 %.
Besaran sumbangan sektor Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Kabupaten Langkat dinilai tidak ekuivalen dengan dampak yang ditimbulkan pertambangan galian C bagi ketahanan infrastruktur jalan, dan dampak perubahan ekosistem serta kerusakan lingkungan.
Dari data yang berhasil dihimpun awak media, terdapat lima kecamatan yang memiliki jalan dengan kondisi berat di Kabupaten Langkat.
Jalan dengan kondisi rusat berat terpendek terdapat di Kecamatan Kutambaru dengan panjang 3,40 KM sedangkan jalan dengan kondisi rusak berat terpanjang terdapat di Kecamatan Besitang dengan panjang terdata 10, 80 KM, belum termasuk beberapa jembatan yang rusak parah seperti yang baru saja terjadi di daerah Sei Bingei Telagah.
Terkait penanganan jalan rusak di Kabupaten Langkat, untuk tahun anggaran 2023 Pemkab Langkat menetapkan besaran anggaran Infrastruktur Daerah sebesar Rp 119 Milyar lebih atau 13,17 % dari PAD.
Nah,seperti apa pola pengutipan yang dilakukan. Kenapa galian C ilegal juga dikutip, apakah itu tidak sama artinya melegalkan yang Ilegal..?
Dan siapa sebenarnya yang bermain dibalik ” kutipan ” bertamengkan peningkatan PAD tersebut.?, untuk mengetahuinya kita akan terus menelusurinya.(Red)