Medan – Telisik.net
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) diminta segera menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek pengadaan meubel ruang kelas SD Negeri dan SMP Swasta di Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat. Proyek bernilai miliaran rupiah ini diduga tidak sesuai spesifikasi, mengalami mark-up harga, serta sarat kecurangan.
Direktur Lembaga Studi Pengadaan Indonesia (LSPI), Syahrial Sulung, usai menyerahkan dua berkas laporan dugaan korupsi ke Kantor Kejati Sumut, menyatakan bahwa pihaknya telah mengajukan laporan informasi (LI) dan menunggu tindak lanjut dari kejaksaan.
Syahrial menyoroti pengadaan meubel yang dilakukan melalui katalog elektronik, yang menurutnya menjadi celah praktik korupsi terselubung dengan modus bid rigging atau pengaturan harga. Berdasarkan temuannya, potensi kerugian negara dari proyek ini mencapai miliaran rupiah.
“Harga barang yang ditawarkan penyedia di aplikasi e-katalog sangat tidak wajar. Kami menduga ada kongkalikong antara PPK dan penyedia terkait kesepakatan harga di luar aplikasi e-purchasing,” ujarnya.
Proyek ini terbagi dalam dua paket kontrak:
- Pengadaan meubel ruang kelas untuk 117 SD Negeri dengan nilai Rp9,35 miliar.
- Pengadaan meubel ruang kelas untuk 75 SMP Swasta senilai Rp5,99 miliar.
Penyedia yang ditunjuk adalah CV Maju Jaya, sesuai surat pesanan tertanggal 18 Oktober 2024. Dalam detailnya, proyek ini mencakup 9.600 unit kursi dan meja siswa, 384 unit kursi dan meja guru, serta 384 unit lemari arsip dan papan tulis gantung.
Dugaan Manipulasi Harga dan Spesifikasi
Syahrial mengungkapkan adanya ketidakwajaran harga antara produk meubel SD dan SMP, meski spesifikasinya hampir serupa. Misalnya, selisih harga kursi siswa SD dan SMP sebesar Rp70.000 hanya karena perbedaan tinggi 5 cm. Selain itu, harga satuan papan tulis gantung senilai Rp1.265.000 dinilai tidak wajar karena materialnya lebih sedikit dibanding meja guru.
Lebih lanjut, harga lemari arsip senilai Rp2.244.350 juga dianggap berlebihan mengingat bahan yang digunakan hanya kayu lat biasa dan triplek tipis. Selain itu, meja siswa SD dan SMP memiliki selisih harga Rp170.000, meski materialnya hampir sama.
Menurut Syahrial, kejanggalan semakin terlihat karena pada proyek pembangunan dan rehabilitasi sekolah yang berjalan bersamaan, meubel sejenis dijual dengan harga jauh lebih murah. Dalam Daftar Harga Kontrak (DHK), meja siswa dihargai Rp520.000 dan kursi siswa Rp350.000—jauh lebih rendah dibanding harga dalam pengadaan e-katalog.
“Ada indikasi ketidaksesuaian standar harga dalam proyek ini. Seharusnya PPK mempertimbangkan referensi harga yang wajar sebelum melakukan negosiasi harga dengan penyedia,” tegasnya.
Selain itu, Syahrial menduga meubel yang dikirim penyedia tidak sesuai spesifikasi yang dicantumkan dalam e-katalog. Produk yang seharusnya berbahan kayu meranti ternyata menggunakan material berkualitas rendah.
“Secara kasat mata, sekitar 40% produk menggunakan kayu rimba campuran kelas bawah dan 60% menggunakan multiplek atau triplek,” jelasnya.
Rekam Jejak Buruk Penyedia
Aktivis anti korupsi sekaligus praktisi hukum, Harianto Ginting, turut menyoroti rekam jejak CV Maju Jaya yang kerap memenangkan proyek meubel sekolah di berbagai daerah Sumatera Utara. Ia mengungkapkan bahwa perusahaan ini sebelumnya terlibat dalam proyek yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di berbagai kabupaten/kota seperti Simalungun, Labuhanbatu, Labura, Paluta, dan Madina.
“Ada yang janggal dalam penunjukan penyedia ini. Seharusnya, dengan rekam jejak seperti itu, perusahaan ini sudah masuk daftar hitam,” ujarnya.
Harianto mendesak Kejati Sumut untuk mengusut tuntas kasus ini karena diduga melibatkan aparat penegak hukum (APH) yang turut bermain dalam proyek tersebut. Bahkan, pihaknya akan melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
Dugaan Manipulasi Biaya Pengiriman
Selain dugaan korupsi dalam pengadaan meubel SD dan SMP, LSPI juga melaporkan dugaan mark-up dalam proyek pengadaan meubel lainnya senilai Rp4,7 miliar yang juga dipecah menjadi dua kontrak:
- Pengadaan meubel SMPN senilai Rp4,06 miliar.
- Pengadaan meubel SDS senilai Rp637 juta.
Penyedia yang ditunjuk adalah CV Benang Merah dari Surabaya. Berdasarkan perjanjian, perusahaan ini harus mengirim barang paling lambat 7 Desember 2024. Namun, dalam prosesnya, LSPI menemukan indikasi manipulasi biaya pengiriman senilai Rp414,25 juta.
Syahrial menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga Kejati Sumut mengambil tindakan tegas terhadap dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara dan masyarakat Langkat.(yong/rel)