TELISIK | LANGKAT – Konservasi lingkungan menjadi hal yang sangat penting dilakukan belakangan ini. Butuh keterlibatan banyak pihak untuk melakukannya.
Sumatera Tropical Forest Journalism (STFJ) terus menggalakkan upaya konservasi. Kali ini STFJ menggandeng para mahasiswa untuk ikut dalam upaya konservasi. STFJ memberikan pembekalan kepada 30 mahasiswa asal Aceh dan Sumatera Utara.
Para mahasiswa terlibat di dalam Independent Nature Journalist Indonesia (INJI) Warrior Camp selama sepekan di Explore Sumatera Camp, Jalan Perkebunan Desa Durian Lingga, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara mulai Minggu 22-28 Agustus 2021. Para peserta mendapat pembekalan soal pemahaman jurnalistik hingga konservasi.
“Kita ingin INJI Warrior angkatan pertama ini menjadi para jurnalis andal yang punya perspektif konservasi lingkungan,” ujar Direktur STFJ, Rahmad Suryadi, Senin (23/8).
INJI Warrior Camp terlaksana berkat kerjasama lintas lembaga. Mulai dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Tropical Forest Conservation Act (TFCA), Leuser Conservation Partnership (LCP), Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan, Orangutan Information Centre (OIC), Forum Konservasi Leuser (FKL), Yayasan Petai, Veterinary Society for Sumatran Wildlife Conservation (Vesswic), Wildlife Conservation Society (WCS), Conservation Respon Unit (CRU) Aceh dan Explore Sumatera.
Acara digelar dengan protokol kesehatan yang cukup ketat. Sebelum memulai kegiatan, semua peserta harus mengikuti tes swab antigen COVID-19.
Rahmat menjelaskan, saat ini jurnalis yang fokus dengan isu lingkungan sangat terbatas jumlahnya. Untuk itu, INJI Warrior Camp menjadi wadah para mahasiswa mengorientasi diri menjadi jurnalis yang fokus dengan isu tersebut.
“Konservasi ini harus menjadi isu yang digarap bersama. Perlu ada pengawalan dari media agar publik mendapat informasi yang sesuai dengan fakta di lapangan,” ungkap Rahmad.
Untuk menambah kapasitas intelektual para peserta, STFJ menghadirkan sejumlah pemateri yang berkompeten di bidangnya masing-masing. Mulai dari soal jurnalistik dasar, konservasi hingga materi yang fokus pada satwa langka dilindungi, seperti orangutan, gajah hingga harimau Sumatra.
Mengawali pelatihan, materi diisi oleh Direktur Pengelolaan Kawasan Konservasi Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian KLHK Jefry Susyafrianto. Jefry yang sebelumnya menjabat sebagai Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) itu, banyak menjelaskan soal regulasi pada konservasi lingkungan.
Saat ini, kata Jefry, Indonesia memiliki 22,7 Juta Hektare lahan teresterial dan 20,8 juta Ha perairan yang ditetapkan sebagai wilayah konservasi. Statusnya, mulai dari, Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Tawan Wisata Alam, Taman Hutan Raya, Taman Buru, Kawasan Konservasi Laut Daerah dan Kawasan Ekosistem Esensial. Kawasan ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
“Dari sisi spesies, jumlahnya cukup banyak dan mungkin masih banyak yang belum ter-eksplore,” ungkap Jefry.
Jefry juga banyak bercerita soal bagaimana upaya konservasi yang dilakukannya selama dia menjabat sebagai Kepala BBTNGL. Jefry tidak menafikkan, bagaimana pentingnya peran masyarakat dalam upaya konservasi.
Konservasi, kata Jefry, bisa berdampak pada perekonomian masyarakat. Misalnya, konsep ekowisata yang tetap mempertahankan kondisi alam tetap baik, namun bisa meningkatkan perekonomian masyarakat.
“Wisata alam ini tengah populer dan kian menjadi tren. Asal dikelola dengan baik, tentunya bisa berdampak baik kepada masyarakat,” ungkapnya.
Sebelumnya, para peserta pelatihan sudah mengikuti seleksi dari STFJ. Peserta yang terpilih adalah hasil seleksi ketat para panitia. Para peserta mengikuti seleksi dengan mengirimkan karya artikel, foto dan video yang berkaitan dengan konservasi. (AViD)