TELISIK | TANJUNG PURA – Puluhan warga menghadang evakuasi alat berat eskavator dari kawasan hutan di Dusun II, Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Langkat, Selasa (6/22/2022) sore. Penghadangan itu, diduga didalangi oknum mafia alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit.
Saat evakuasi berlangsung, petugas dari Dinas Kehutanan Provsu dan UPT Kesataun Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah I Stabat dihadang warga. Mereka berdalih, aktivitas eskavator disana untuk membuat tanggul, agar pemukiman warga tidak kebanjiran.
Mereka mencegah petugas untuk membawa alat berat itu keluar dari kawasan hutan. Perdebatan pun terjadi. Namun, dengan tegas Kasi Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan Provsu Rudolf Bernard Sagala Shut menerangkan, bahwa areal tersebut merupakan kawasan hutan.
Disembunyikan warga
Segala aktivitas alat berat di kawasan hutan, merupakan hal yang dilarang dan bertentangan dengan hukum. Namun, berbagai upaya dilakukan masyarakat agar evakuasi eskavator itu tidak terlaksana.

Usai diwawancarai awak media, operator alat berat Jajang Saparuddin dan helpernya pun disembunyikan warga. Alhasil, proses evakuasi pun total terhenti. Namun anehnya, pihak KPH Wilayah I Stabat dapat berkomunikasi dengan warga yang menyembunyikan operator tersebut.
Warga meminta, agar alat berat itu digunakan untuk mebuat tanggul, dengan kesepakatan operator tersesbut diserahkan kembali kepada petugas. Namun dengan tegas Rudolf menolak negosiasi tersebut.
“Dengan tegas kami katakan, ini merupakan kawasan hutan. Kami diperintahakn Kadishut Provsu Ir Herianto, untuk mengeluarkan eskavator dari kawasna ini,” tegas Rudolf

Areal itu, kata Rudolf, merupakan kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi. Setelah dilakukan overlay, kawasan itu teregister dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 579. Dinas Kehutanan Provsu dengan tegas menyatakan, eskavator teresbut harus dibawa ke dinas kehutanan.
Merusak fungsi hutan
Aktivitas alat berat itu juga dinilai sudah merusak fungsi dari kawasan hutan. Terkair sanksi hukumya, tergantung dari hasil penyelidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas Kehuatanan.
Secara aturan kehutanan, lanjut Rudolf, tidak boleh ada aktivitas alat berat di kawasan hutan. Kecuali ada hasil crossing yang tertera dalam Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang diajukan pengelola.

“Namun pastinya, di desa ini tidak pernah ada HPH yang diterbitkan. Kami diperintahkan Kepala Dinas untuk menganggkat satu unit eskavator dari kawasan ini,” tegas Rudolf didampingi PPNS Dishut Provsu Romel.
Selain opertor alat berat disembunyikan, batrai eskavator itu juga sempat disembunyikan warga di malam harinya. Upaya sabotase yang dilakukan itu, diduga kuat atas perintah mafia alih fungsi kawasan hutan.
Namun setelah dilakukan interogasi terhapat penjaga alat berat itu, yang bersangkutan mengaku bahwa Yus lah yang mengambil dan menyembunyikan batrai eskavator tersebut.
Modus mafia
Nurlela (32), warga sekitar mengatakan, ekskavator yang berada dilokasi hutan lindung ini telah membantu membangun tanggul yang bermanfaat di sana. Pembuatan tanggul itu dilakukan secara sukarela oleh oknum pengusaha ‘nakal’ yang melingkup kawasan hutan tersebut.
“Setiap air pasang rumah kami terendam. Ada setinggi mata kaki tingginya air. Kami ini bukan kayak orang kaya itu tidurnya di sofa ataupun di spring bed, ini kami tidur di lantai menggunakan tikar. Benteng (bendungan) kami ini udah pecah, jadi air masuk. Udah ada setahun lebih benteng ini pecah,” ujar Nurlela.

Sementara, pantauan wartawan di lapangan, sumbangsih oknum mafia berinisial R membangun bendungan hanyalah modus belaka. Di sana terlihat jelas, kawasan hutan sudah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit. Dimana, hal itu justru menjadi penyebab utama rusaknya lingkungan secara global.
Direktur Srikandi Lestari Sumiati Surbakti SE menegaskan, lemahnya penindakan yang dilakukan KPH terkesan seperti adanya konspirasi. Seharusnya, pelingkupan tanggul yang sudah dibuat pengusaha nakal itu, seharusnya dibuka kembali.
“Fungsikan kembali hutan lindung tersebut. Yang namanya hutan lindung, harus dilestarikan. Siapa pun yang melakukan alih fungsi lahan di kawasan hutan, dapat dipidana. Sayangnya, penanganan ini terkesan kompromis. Bukan berdasarkan penegakan hukum,” ketus Mimi di lokasi tersebut.
Perambahan kawasan hutan
Sehingga, kata Mimi, nantinya dapat segera ditetapkan tersangka terkait perambahan itu. Begitu juga dengan pembiaran operator eskavator yang dilarikan warga, hal itu terkesan adanya konspirasi dalam peroses evakuasi tersebut.

Wanita berkacamata itu berharap, agar para pelaku alih fungsi hutan lindung dan antek – anteknya dapat ditumpas. Jangan ada tebang pilih dalam penindakannya. “Siapa pun yang terlibat harus ditangkap,” tegasnya.
Diinformasikan, warga Dusun I dan II, Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Langkat merasa resah. Mereka khawatir, tangggul yang membentengi dusunnya jebol, akibat perambahan kawasan hutan Bakau (Mangrove) di sana yang kian marak. Selain itu, ekosistem di hutan itu juga terancam terusik.
Sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Nomor 8878/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/12/2021, areal di kordinat 4.03720 LU – 98.45420 BT tersebut merupakan kawasan hutan lindung. Secara terang – terangan, oknum yang tidak bertanggung jawab merambah Zona Hijau itu.
Warga pun sudah melakukan kordinasi dengan pihak terkait. Namun, hingga kini keluhan warga belum juga direspon. “Desa kami ini bakalan tenggelam. Beco (Eskavator) melingkup lahan yang dulunya hutan lindung,” keluh Abdul Malik, Senin (5/12/2022) sore. (Ahmad)