TELISIK | BATANG SERANGAN – Limbah pabrik kelapa sawit (PKS) PT Anugerah Putra Langkat (PT APL) disebut – sebut warga mencemari lingkungan mereka. Puluhan warga Dusun I Krapu, Desa Kwala Musam, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat resah. Mereka terpaksa menggali sumur sendiri untuk mendapatkan air tanah yang bersih dari limbah.
Hal itu disampaikan Alif Tarigan kepada awak media di kediaman kerabatnya, Selasa (5/4) sore. Selama delapan tahun terakhir, mereka tak bisa lagi menikmati air tanah yang terbebas dari limbah PT APL. Bahkan, untuk menggali sumur tanah dan sumur bor, warga harus merogoh kocek (uang) dengan nilai yang tak sedikit.
“PT APL itu membuang limbah melalui aliran air yang melewati areal pemukiman kami. Resapan limbah itu, mencemari ari tanah yang biasa kami gunakan untuk kebutuhan sehari – hari. Waktu masih lancar produksinya dulu, air kami hitam, berminyak dan berbau tak enak,” terang Alif.
Untuk biaya pembuatan sumur, kata pria paruh baya itu, pihak perusahaan enggan menggantinya. Warga harus menanggung sendiri biayanya, meskipun yang mereka alami adalah dampak dari limbah PT APL. Untuk setiap pembuatan sumur, warga harus mengeluarkan biaya Rp4 – Rp8 juta.
Meskipun dampak limbah tersebut sudah disampaikan kepada manajemen perusahaan, namun tak satupun warga yang mendapat perhatian serius dari pabrik pengolahan kelapa sawit itu. Bahkan, sepanjang pabrik itu beroperasi, limbahnya terus mengaliri parit di pemukiman masyarakat.
“Bagaimana gak meluap ke pemukiman warga, kolam limbahnya aja gak sesuai standar. Biasanya, kolam limbah PKS sampe 9 kolam, ini paling cuma 5 kolam. Keluhan kami pun gak pernah digubris sama perusahaan. Bahkan, warga yang gatal – gatal pun enggan mereka ngobatinya,” tandas Alif kesal.
Hal senada disampiakan Nurbaiti PA yang kediamannya persis di depan PT APL. Dia sangat kesal karena pihak perusahaan tak mau mengganti biaya sumur bor yang dibuatnya. “Kalau tak pakai sumur bor, gak bisa digunakan air sumur kami,” ketus ibu rumah tangga itu kesal.
Nurbaiti mengaku, untuk membuat sumur bor, dia mengeluarkan biaya Rp8 juta tanpa ada bantuan dari PT APL. Dia mengatakan, sumurnya tercemar karean limbah pabrik tersebut. “Pernah ku ajak manajernya minum pake air kami yang tercemar limbahnya, tapi gak berani menajer itu,” tandas Nurbaiti sembari menahan kekesalannya.
Sementara, pihak manajemen PT APL yang berkonsentrasi dalam pengelolaan minyak kelapa sawit tersebut, hingga kini belum dapat dikonfirmasi. Warga sekitar berharap, agar pihak perusahaan dapat berdampingan dengan masyarakat secara harmonis, tanpa ada lagi limbah yang mencemari lingkungan mereka. (Yong/Ah/Is)