Langkat – Telisik.net
Pemerintah pusat telah menerbitkan kebijakan strategis dalam bentuk Permendes Nomor 2 Tahun 2024 dan Kepmendes Nomor 3 Tahun 2025 yang mengarahkan penggunaan Dana Desa tahun 2025 paling sedikit 20 persen untuk kegiatan ketahanan pangan. Pelaksanaannya harus melalui Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa), lembaga ekonomi masyarakat lainnya, atau Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) khusus sebagai cikal bakal BUMDes.
Namun pertanyaannya: bagaimana kebijakan ini bisa dijalankan di Kabupaten Langkat, jika dari 240 desa, hanya 55 desa yang memiliki BUMDes berbadan hukum?
Kondisi di lapangan menyedihkan. Ratusan juta dana desa yang selama ini dialokasikan ke BUMDes, kerap habis tanpa laporan jelas. Kabar yang beredar, dana tersebut “hilang” tanpa jejak, tanpa laporan perkembangan usaha, bahkan tanpa kejelasan siapa yang bertanggung jawab. BUMDes yang seharusnya menjadi pilar ekonomi, justru berubah menjadi beban, bahkan bisa disebut sebagai “ladang gelap” keuangan desa.
Padahal, melalui regulasi yang baru ini, pemerintah pusat tegas meminta Gubernur dan Bupati/Wali Kota untuk memfasilitasi desa melaksanakan kegiatan ketahanan pangan melalui BUMDes. Bahkan, desa yang belum memiliki BUMDes wajib membentuk TPK Ketahanan Pangan sebagai cikal bakal pendirian BUMDes. Artinya, tidak ada lagi alasan bagi desa untuk tidak membentuk dan memberdayakan BUMDes secara nyata.
Namun di Langkat, dari data yang dihimpun:
Hanya 55 BUMDes berbadan hukum
97 desa baru sebatas nama terverifikasi
25 desa masih memperbaiki dokumen
31 Bumades (Bumdes bersama) belum selesai legalitas
Selebihnya? Tak terdata jelas, bahkan tak menunjukkan geliat aktivitas.
Bagaimana mungkin desa bisa menjalankan program nasional untuk mendukung swasembada pangan jika wadah kelembagaannya saja tidak ada atau mati suri?
Apalagi dalam panduan yang dikeluarkan Kementerian Desa, kegiatan ketahanan pangan harus dilaksanakan secara profesional, melalui kerja sama legal dengan lembaga ekonomi masyarakat, atau TPK yang punya keahlian dan sistem pelaporan berkala. Tanpa legalitas dan struktur pengelolaan yang benar, kegiatan ini hanya akan menjadi “formalitas anggaran” yang rawan diselewengkan.
Sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Langkat bergerak cepat. Audit total harus dilakukan terhadap penyertaan modal ke BUMDes selama 5 tahun terakhir. Seluruh desa wajib dimonitor, dan dana desa tidak boleh dicairkan jika tidak disertai rencana dan laporan jelas atas BUMDes atau TPK yang akan dibentuk.
Jika tidak, maka program ketahanan pangan yang dicanangkan Presiden hanya akan jadi slogan. Di atas kertas desa mendukung swasembada, tapi di lapangan dana menguap tanpa hasil.(Dwi)