TELISIK.NET – Langkat
Pengelolaan anggaran di lingkungan Sekretariat DPRD Langkat kembali menjadi sorotan tajam. Kali ini, dugaan mark-up anggaran untuk langganan media cetak, jurnal, dan majalah senilai Rp186 juta memicu kritik keras. Di tengah merosotnya jumlah media cetak yang beroperasi, pengalokasian dana sebesar itu dianggap tidak masuk akal dan tidak mencerminkan efisiensi anggaran yang diinstruksikan oleh pemerintah pusat.
Ironi Anggaran untuk Media Cetak yang Hampir Punah
Realitas menunjukkan bahwa media cetak saat ini mengalami penurunan drastis dalam hal produksi dan pembaca. Beberapa koran bahkan telah berhenti beroperasi. Ironisnya, Sekretariat DPRD Langkat tetap menganggarkan dana besar untuk langganan koran dan majalah, meski tidak semua media cetak yang aktif tersebut menjadi mitra mereka.
“Anggaran ini sangat tidak masuk akal. Belanja langsung seperti ini justru menjadi pemborosan uang rakyat. Harus ada penyelidikan serius dari aparat penegak hukum untuk memastikan tidak ada praktik mark-up dalam pengadaan ini,” ujar seorang pengamat anggaran yang enggan disebutkan namanya.
Pengakuan Enteng dari Sekwan DPRD Langkat
Saat dikonfirmasi, Sekretaris DPRD Langkat, Drs. Basrah Pardomuan, mengungkapkan bahwa anggaran tersebut telah dikurangi menjadi Rp136 juta dalam perubahan APBD. Namun, peruntukannya tetap untuk langganan surat kabar media cetak, belanja penulisan berita di media cetak harian, mingguan, serta media online.
“Anggaran itu sudah dikurangi, dari Rp186 juta menjadi Rp136 juta. Peruntukannya jelas, untuk membayar langganan surat kabar dan penulisan berita,” ujar Basrah, dengan nada yang dianggap terlalu santai untuk isu sepenting ini.
Kontras dengan Arahan Efisiensi Pemerintah Pusat
Pemerintah pusat di bawah Presiden Prabowo Subianto secara tegas menggaungkan pentingnya efisiensi anggaran di seluruh lini pemerintahan. Namun, semangat itu tampaknya tidak berlaku di lingkungan Sekretariat DPRD Langkat. Pengelolaan anggaran yang dinilai boros dan tidak tepat sasaran seperti ini terus berulang dari tahun ke tahun tanpa ada perbaikan berarti.
Desakan Penyelidikan Aparat Penegak Hukum
Aktivis dan pemerhati anggaran daerah mendesak aparat hukum, seperti Kejaksaan atau Kepolisian, untuk segera menyelidiki penggunaan anggaran ini. Pasalnya, dana rakyat yang dikelola secara tidak transparan berpotensi merugikan daerah, terutama di saat masyarakat membutuhkan alokasi anggaran untuk kebutuhan yang lebih mendesak seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
“Ini bukan soal besar kecilnya anggaran, tetapi soal etika dan tanggung jawab dalam mengelola uang rakyat. Aparat penegak hukum harus turun tangan,” tegas salah satu aktivis.
Harapan Perubahan Nyata
DPRD Langkat seharusnya menjadi contoh dalam pengelolaan anggaran yang efektif dan efisien. Anggaran yang boros dan terkesan asal alokasikan hanya akan mencederai kepercayaan publik. Masyarakat berharap pengelolaan anggaran ke depan lebih transparan, akuntabel, dan sesuai dengan kebutuhan riil daerah.
Sudah saatnya praktik boros seperti ini dihentikan dan dipertanggungjawabkan, agar tidak menjadi preseden buruk bagi pengelolaan anggaran daerah lainnya. (red)