TELISIK | STABAT – Kepastian nasib warga Desa Kuta Gajah dan Lau Damak, Kecamatan Bahorok, serta warga Desa Namo Tongan dan Ujung Bandar Kecamatan Kutambaru, Kabupaten Langkat belum ada titik terang. Mereka masih terkatung-katung menunggu kepastian, terkait ganti untung lahan mereka yang terendam banjir. Hingga kini, PT Thong Langkat Energi (PT TLE) yang diduga telah merugikan warga, masih enggan memberi kompensasi yang sesuai.
Hal itu disampaikan Meidi Kembaren, pendamping masyarakat yang terdampak oleh proyek pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTM) PT TLE. Dia mnejelaskan, masyarakat meminta agar pihak terkait segera memberi solusi. “Kami akan menggelar aksi long march (perjalan panjang) ke Kantor Gubsu, jika dalam waktu dekat taka da solusi,” kata dia, Jum’at (25/2) sore.
Sesuai dengan pernyataan warga pada rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Langkat pada (15/2) kemarin, mereka akan mengadukan nasib mereka ke Gubernur. Bahkan, mereka akan menempuhnya hingga ke Presiden Joko Widodo, jika persoalan mereka dengan PT LTE tak segera diselesaikan.
“DRPD dan Pemkab Langkat jangan Cuma janji-janji saja. Persoalan ini harus segera diselesaikan. Jangan urusan kunjungan kerja (kunker) aja yang dikejar. Tapi, kalau urusan perut rakyatnya semua terkesan tak peduli,” tandas tokoh pemuda Langkat itu.
Usai RDP itu, lanjut Meidi, warga menggelar aksi menginap di Gedung DPRD Langkat. Aksi itu dilakukan warga, karena belum ada kepastian terkait pembebasan lahan mereka yang tergenang banjir.
Sementara, Ptl Bupati Langkat H Syah Afandin SH belum memberikan komentar terkait hal tersebut. Hingga berita ini diterbitkan, orang nomor 1 di Negeri Bertuah itu belum membalas pesan WhatsApp yang dikirimkan kepadanya.
Sebelumnya, puluhan hektar kebun sawit warga di Desa Kuta Gajah dan Lau Damak, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat terendam banjir. Tak hanya produktifitasnya menurun, bahkan tanaman palem di sana juga banyak mati terendam. Warga menuding, PT Thong Langkat Energi (PT TLE) lah yang harus bertanggungjawab atas kerugian yang mereka alami.
Tak hanya di dua desa tersebut, kebun di Desa Namo Tongan dan Ujung Bandar, Kecamatan Kutambaru, Kabupaten Langkat juga terendam. Sudah berjalan 90 hari genangan air melimpah ke kebun warga. Tanaman mereka tak bisa dipanen, karena terkendala dengan tingginya genangan air.
Masyarakat di sana menuding, sejak berdirinya pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM) Batu Gajah yang dikelola oleh PT TLE, kebun mereka rusak. Bendungan yang dibangun perusahaan pembangkit listrik itu, menyebabkan air Sungai Wampu tak mengalir sebagaimana mestinya. Genangannya bahkan mencapai beberapa kilometer dan membuat aliran sungai semakin melebar.
“Dah dua bulan lebih kami gak bisa panen. Sawit kami mati terendam. Liatlah, genangannya aja lebih dari 5 meter. Kami minta agar PT Thong Langkat Energi bertanggungjawab. Kami minta ganti untug atas kerusakan lahan kami ini,” tegas Hamdani (43) warga Dusun Suka Mulya, Lau Damak, Bahorok, Selasa (8/2) siang.
Selain tanaman warga yang gagal panen, masyarakat di sana juga kehilangan sumber air bersih (biasa disebut masyarakat sekitar pancur). Sejak tergenang, pancur tak lagi terlihat. Masyarakat sekitar terpaksa membeli air bersih untuk mereka minum. “Sekarang kami harus beli air untuk minum,” ketus Hermanti Sitepu (59) dengan nada kesal.
Terpisah, pengelola PT TLE Dianta Tarigan menjelaskan, pihaknya sudah berulang kali melakukan mediasi dengan warga sekitar. Beberapa warga, sudah menerima biaya pembebasan lahan Rp6 juta/hektarnya. “Kita sudah menyerahkan ke pemerintahan untuk menjembatani ini. Kalau warga mau dengan nilai segitu, langsung kita bayar,” terang Dianta.
PT TLE merupakan perusahaan pembangkit listrik dengan kapasitas 2 x 5 Mega Watt (10 MW). Daya yang dihasilkan mempu menyuplai kebutuhan listrik untuk lima kecamatan. “Hingga saat ini, energi listrik yang kita hasilkan sudah disalurkan ke Kecamatan Bahorok, Salapian, Sirapit, Kutambaru dan ke Kecamatan Kuala,” tandasnya. (Ahmad)