Keterangan gambar : Ka Satpol PP Kab Langkat, Dameka Singarimbun dengan latar belakang mobil pemadam kebakaran yang kelihatan sudah tua dan butuh diremajakan.(dok fb)
Langkat- Telisik.net
Musibah datang tanpa diundang, dan api tak mengenal belas kasihan. Ketika si jago merah mengamuk di Bahorok, yang tersisa hanyalah puing-puing dan tangis kehilangan.
Kamis (3/4) dini hari, enam rumah luluh lantak, dua nyawa melayang. Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab? Apakah hanya takdir, atau ada yang lalai dalam berjaga?
Bahorok Menangis: Api, Kehilangan, dan Harapan yang Terlambat
Bahorok kembali dilanda musibah kebakaran. Peristiwa yang terjadi pada Kamis (3/4) dini hari ini bukan hanya menyebabkan kerugian materi, tetapi juga menelan korban jiwa.
Kebakaran tersebut menghanguskan enam unit rumah warga, dan kabar duka menyebutkan bahwa dua warga turut menjadi korban dalam kejadian tragis ini.
Kebakaran di Kecamatan Bahorok bukanlah kejadian pertama.
Beberapa kali insiden serupa telah terjadi di kawasan ini, namun hingga kini belum ada kesiapan maksimal dari Pemkab Langkat dalam menangani bencana semacam ini secara cepat dan efektif.
Hasil investigasi singkat yang dilakukan oleh Tim Metrolangkat.com dan Telisik.net mengungkapkan bahwa di ibu kota Kecamatan Bahorok tidak terdapat satu pun unit pemadam kebakaran yang siaga.
Ini berarti bahwa setiap kali terjadi kebakaran, unit pemadam dari kabupaten harus menempuh jarak sekitar 68 km untuk mencapai lokasi.
Dengan kondisi jalan yang berlubang serta armada yang besar dan bermuatan air, kecepatan pemadaman menjadi sangat terhambat.
Akibatnya, ketika pemadam tiba, bangunan yang terbakar sering kali sudah rata dengan tanah.
Kasatpol PP Langkat, Dameka Singarimbun, saat dikonfirmasi mengatakan keterlambatan petugasnya sampai ke lokasi kebakaran disebabkan oleh jarak tempuh yang begitu jauh.
“Petugas kita terlambat karena jarak tempuh dari ibukota Kabupaten ke Bahorok sekitar 68 Km.
Dengan muatan air di dalam mobil, dan kondisi jalan yang kurang baik, pastilah agak menyulitkan.
Yang pasti, anggota sudah bekerja secara maksimal,” ujar Dameka kepada wartawan, Kamis siang.
Tambah Dameka, memang selama ini tidak ada Damkar yang stand by di Bahorok.
“Memang tidak ada Damkar di Bahorok, memang harusnya sudah bisa dibangun sebuah Pos atau unit Pemadam di sana, mengingat Bahorok adalah daerah tujuan wisata,” ketusnya.
Situasi ini menjadi perhatian serius, terlebih Bahorok merupakan daerah wisata bertaraf internasional dengan destinasi andalan seperti Bukit Lawang.
Jika kebakaran terjadi di kawasan wisata tersebut, peluang untuk menanggulanginya pun sangat kecil mengingat jarak tempuh yang jauh bagi unit pemadam kebakaran.
Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Langkat diharapkan segera merumuskan kebijakan terkait penyediaan unit pemadam kebakaran di Bahorok. Selain itu, peremajaan armada juga harus menjadi prioritas.
Saat ini, kendaraan pemadam kebakaran milik Pemkab Langkat masih menggunakan unit keluaran tahun 2000, yang sering kali mengalami kendala teknis saat beroperasi.
DPRD Langkat sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam penganggaran juga harus lebih memperhatikan sektor ini.
Peningkatan anggaran untuk pembelian kendaraan pemadam kebakaran yang lebih modern dan peralatan yang lebih canggih sangat diperlukan.
Dengan demikian, petugas pemadam kebakaran dapat bekerja lebih sigap dan percaya diri dalam menangani situasi darurat.
Tragedi ini menjadi pengingat bahwa kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana sangatlah penting.
Pemkab Langkat, DPRD, dan instansi terkait harus segera mengambil langkah nyata agar kejadian serupa tidak terus berulang tanpa solusi yang memadai.(yong)