TELISIK.NET I LANGKAT
Tedakwa Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin, menegaskan jika kelima satwa dilindungi yang diamankan oleh BKSDA bukanlah miliknya.
Adapun kelima satwa yang dimaksud yaitu Orangutan Sumatera (Pongo Abeli), Elang Brontok fase terang (Spizaetus Cirrhatus), Burung Beo (Gracula Religiosa) sebanyak dua ekor dan Monyet Hitam Sulawesi (Cynophitecus Niger).
Hal ini diungkapkan Terbit saya menjalani persidangan kepemilikan satwa dilindungi dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Senin (10/7) sore.
Dalam persidangan itu, Terbit mengaku dihadapan Ketua Majelis Hakim, Ledis Meriana Bakara, jika satwa-satwa yang berada di dalam kandang pekarangan rumah pribadinya tersebut tidak mengetahui siapa yang meletakkannya.
“Saya tidak tau kapan satwa-satwa itu diletakkan di rumah saya yang mulia, dan yang menempatkan satwa itu saya tidak tau menau,” ujar Terbit.
Tak sampai di situ, Terbit juga mengaku memerintahkan penasehat hukumnya untuk menelusuri asal-usul satwa tersebut. “Semua pengacara saya yang mulia yang menelusuri,” ujar Terbit.
Bupati Langkat nonaktif ini juga mengatakan, dirinya pun tidak pernah membeli atau meminta binatang peliharaan. “Saya tidak pecinta binatang yang mulia,” tutur Terbit Rencana.
Majelis hakim pun bertanya, kalau tidak pecinta binatang, kenapa bisa ada kandang-kandang hewan diperkarangan rumah Terbit Rencana.
“Sudah saya sampaikan yang mulia, itu mereka-mereka (anggota kerja) yang berkeinginan membuat kandang itu diperkarangan rumah,” ucap Terbit.
Terbit pun menambahkan, untuk merawat satwa-satwa itu, ia juga tidak pernah menggaji secara khusus pekerjanya.
“Yang biasa merawat atau mengawasi satwa itu ada satu orang anggota saya bernama Robin,” kata Terbit.
Namun Terbit tak menampik, pada saat itu dia pernah menegur anggota bernama Aceng serta mempertanyakan keberadaan orangutan yang berada diperkarangan rumahnya.
“Saya ada melihat ada kandang disitu dan berisikan orangutan. Karena terus terang saya takut kali dengan orangutan. Karena ada Aceng di situ saya bilang “Ceng ini ada apa? siapa yang narok” kata Aceng, tadi saya bawa dari Stabor, disuruh Pak Juliadi. Kok gak kau tanya samaku, aku takut. Kau pulangkan ya. Siap ketua katanya. Saya pun langsung meninggalkannya,” urainya.
Ternyata, sebelum orangutan itu dibawa Aceng ke rumah Terbit Rencana Perangin-Angin, Ngongesa Sitepu terlebih dahulu beberapa hari sebelumnya ada menawarkan ke Terbit soal seekor orangutan.
“Saya sempat menolak saat Pak Ngongesa ingin memberikan orangutan itu. Jadi karena Aceng membawa itu dari Stabor, dalam pemikiran saya bahwa orangutan dari Pak Ngongesa.
Karena Pak Juliadi adalah ajudan kepercayaan Pak Ngongesa. Saya tidak tau kronologi Aceng mengambilnya,” ungkap Terbit.
Bupati Langkat nonaktif itu juga menegaskan, pada awalnya ia tidak mengetahui jika orangutan adalah satwa yang dilindungi.
Majelis hakim pun bertanya soal keberadaan burung elang. Terbit mengaku, jika anggotanya bernama Hamdan tidak ada izin atau mengatakan apapun kepadanya terhadap burung elang yang diletakkan didalam kandang yang berada perkarang rumah pribadinya.
Begitu juga dengan burung beo milik teman Terbit bernama Aan. Majelis hakim pun meminta Terbit menjelaskan, siapa sosok Aan tersebut.
“Saudara Aan teman saya seorang pengusaha kelapa sawit. Posisinya tinggal di Kota Medan,” katanya.
Sedangkan terkait monyet hitam sulawesi, Terbit juga mengatakan jika anggotanya bernama Musa yang membawa dan meletakkan di dalam kandang yang berada di dalam perkarangan rumahnya.
Persidangan pun kembali ditunda oleh majelis hakim, dan akan dilanjutkan pada, Senin (24/7) dengan agenda pembacaaan tuntutan.
Sementara itu, Muhammad Arrasyid Ridho, penasehat hukum terdakwa Terbit Rencana Perangin-Angin mengatakan hal yang serupa seperti apa yang dikatakan Terbit Rencana di dalam ruang persidangan.
“Jadi dari lima satwa yang didalam dakwaan, kesemuanya bukan milik terdakwa. Bahkan sampai dirumah terdakwa, tanpa seizin dan sepengetahuan terdakwa,” tegas Ridho saat dikonfirmasi awak media, Selasa (11/7).
Lanjut Ridho, seperti yang sudah didengar bersama di dalam persidangan, terdakwa Terbit mengatakan dikemudian hari ia baru tau ada satwa-satwa tersebut, karena tidak sengaja melihatnya.
“Untuk yang orangutan juga begitu, bahwasanya satwa ini bukanlah milik terdakwa.
Bahkan terdakwa sudah memerintahkan orang yang membawa satwa tersebut, untuk mengembalikan kepada dari mana dia mendapatkan hewan tersebut.
Namun naasnya, sampai BKSDA datang ke rumah terdakwa, satwa tersebut belum sempat dikembalikan,” ujar Ridho.
“Kalau kita dengar cerita terdakwa, sebelum orangutan tersebut berada di rumahnya, pak Ngongesa Sitepu sempat mengatakan kepada terdakwa bahwa akan memberikan orangutan kepada terdakwa.
Namun tidak direspon oleh terdakwa.Tiba-tiba selang beberapa hari, terdakwa melihat sudah ada orangutan tersebut dirumahnya,” sambungnya.
Ridho menjelaskan, jika dikaitkan dengan saksi sebelumnya bernama Aceng yang menyuruh mengantar orangutan ialah Juliadi, Walikota Binjai terpilih.
“Kalau rangkaian cerita ini, terdakwa menduga atau mengira kalau juliadi tangan kanannya pak Ngongesa Sitepu,” ucap Ridho.
Persidangan kepemilikan satwa dilindungi ini akan dilanjutkan dua minggu kedepan dengan agenda tuntutan.
“Kita lihat nanti JPU menyikapi ini semua. Mudah-mudahan kita tetap berharap, terdakwa bisa mendapatkan keadilan terhadap dirinya,” tutup Ridho. (Kus)